Pandangan awam, kriminalisasi dokter

Criminal_LawSaya bukanlah seorang tenaga medis, apalagi seorang dokter. Saya hanya seseorang yang mengikuti kasus kriminalisasi dr. Ayu SpOG dan hanyut di dalamnya. Biasanya saya tidak pernah minat untuk mengungkapkan isi pikiran saya mengenai hal – hal publik seperti ini. Bukan saya tidak peduli, tapi saya bukan seseorang yang pandai mengungkapkan isi pikiran dengan gamblang. Tapi kali ini saya tergerak untuk mengutarakan pandangan saya.

Saya tidak akan membahas kasus ini karena bukan dalam kapasitas saya untuk mengerti bagaimana ranah hukum bekerja, atau bagaimana tindakan dan analisa seorang dokter. Saya hanya punya pandangan seorang awam, dimana kami memberikan kepercayaan pada seorang dokter untuk membantu proses penyembuhan dan menyelamatkan nyawa semampu mereka. Dan berbicara pada kepercayaan ini pulalah, saya paham bahwa itulah sebabnya kenapa sekolah menjadi dokter sangatlah panjang, rumit, detil dan bahasa yg paling mudah saya keluarkan adalah “susahnya minta ampun”.

Saya memang seorang awam, namun saya memiliki beberapa teman dan keluarga yang berprofesi sebagai dokter dan berbagai macam sub spesialis yang mereka ambil, termasuk dokter SpOG. Walaupun tidak mendetil, tapi saya tahu bahwa saat seseorang memutuskan menjalani pendidikan sebagai seorang dokter, bukanlah karena ingin mencari kekayaan atau uang cepat. Cepat gimana wong pendidikan dokter nggak pernah selesai2. Kalau kita kuliah S1 bisa selesai dalam waktu 4 tahun, keluarga saya yang dokter seolah-olah “baru memulai” pendidikan yang sebenarnya di 4 tahun pertamanya itu. Sampai kadang saya mengelus dada dengan perjuangannya.

Menjadi dokter adalah sebuah panggilan hati

Kalau berbicara masalah hati, saya sangat tersentuh dan terharu. Kenapa? Tidak semua manusia punya kemampuan untuk setiap hari selama 24 jam mendengarkan dan menerima masalah manusia lain, dan setiap tindakan yang diambil selalu berkaitan dengan nyawa. Semua dokter pasti berurusan dengan nyawa manusia. Iya sekalipun dokter gigi yang mungkin orang akan berpikir “ah cuma ngurusin gigi”.. Manusia yang “dioprek” oleh dokter, selalu dalam keadaan hidup kan? Cobalah memperbaiki mesin mobil dalam keadaan menyala. Well.. at least inilah pandanganku terhadap luar biasanya profesi dokter.

Belum selesai sampai disini, salah satu saudara saya seorang dokter yang pernah berada di pedalaman, dimana perjalanan menuju lokasi sangat terpencil, harus menggunakan perahu dan fasilitas yang sangat tidak memadai, akhirnya ia terkena malaria yang cukup berat. Alhamdulillah ia bisa sembuh, tertolong. Namun lalu saya sempat berpikir, bagaimana dengan dokter lain yang senasib? Dari kota besar, datang masuk ke pedalaman untuk membantu rakyat disana yang kebanyakan tidak mampu, membayar dengan buah – buahan dan hasil panen. Lalu sang dokter tertular penyakit di area tersebut.. ya.. setiap tindakan yang dilakukan dokter sangat beresiko terhadap nyawanya sendiri bukan?

Lalu saya pun sampai pada pandangan sebuah bisnis.. Dokter bekerja dibawah bendera rumah sakit yang kebanyakan adalah rumah sakit swasta. Rumah Sakit adalah sebuah perusahaan dimana pasti akan mencari profit dengan dibukanya usaha tersebut. Tidak sedikit akhirnya dokter yang terbentur masalah birokrasi dengan perusahaan tempat mereka bekerja. Banyak dokter yang akhirnya sulit untuk memperjuangkan nasib pasiennya karena terbentur pada birokrasi dan prosedur tertentu yang harus dijalani. Dokter yang menjunjung tinggi etika dan sumpah ini akan menangis dalam hati, merasa tidak berdaya..

Lalu sekarang, seorang dokter yang berjuang mati-matian untuk menolong pasiennya saat melahirkan Cesar, justru dituntut, dipidana, dianggap sama seperti seorang pembunuh, seorang kriminal, seorang pemerkosa? Miris sekali saya.. saya sebagai orang awam ini mungkin tidak pandai, tapi saya paham dengan hukum Tuhan. Saya paham bahwa banyak hal di dunia ini yang tidak mungkin lagi berada di tangan dokter.

Tidak ada seorang pun yang dapat lari dari kematian, dan sudah seharusnya keluarga dapat lebih tawakal, berserah pada Tuhan dan ikhlas menerima hal ini. Apalagi kasus kematian yang (menurut saya) seperti bencana alam. Kita tidak akan menuntut pemerintah saat ada gempa bumi dan rumah hanyut, keluarga jadi korban karena tsunami.

Sekarang bayangkan jika seluruh dokter akhirnya menjadi takut untuk menolong nyawa seseorang? Ya.. “demo” hari ini, dalam pandangan beberapa orang adalah seperti ini : apa2an sih dokter pake demo segala karena ngebela rekan yang malpraktik?
Mohon dimengerti aja respon ini mungkin muncul dari orang yang baru denger kabarnya hari ini dan tidak membaca atau menelaah secara detil bagaimana kasusnya.

Tapi yang lebih saya khawatirkan adalah, bagaimana kalau aksi keprihatinan ini bukan hanya sekedar aksi? Bagaimana jika akhirnya setiap tindakan, setiap analisa dokter terhadap pasien bisa berujung pada hukuman? Bagaimana jika seorang dokter yang memberikan resep paracetamol untuk penghilang sakit dan pasiennya tidak hilang sakitnya karena ternyata ada tumor ganas di otaknya dan dianggap salah dokter yang meresepkan obat? (ok ini kebanyakan nonton greys anatomy :) ). Tapi kasus2 inilah yang akhirnya jadi kekhawatiran baru. Setiap dokter akan selalu meragukan tindakannya, setiap dokter akan selalu dihantui rasa takut mengenai apakah pasiennya akan marah, akan menuntut, akan menyiram kopi.

Akhirnya seseorang akan takut belajar menjadi dokter karena profesi ini tidaklah lagi mulia di mata banyak orang. Lalu apa kabar dunia tanpa dokter?

Dear fellow awam-ers, Dokter juga manusia yang punya kebutuhan dan keluarga. Tapi sesuai sumpah, mereka lebih mengutamakan nyawa dan kesejahteraan pasiennya. Aksi hari ini bukanlah demo. Jangan beranggapan dokter tidak etis karena memasang aksi pada jam kerja, tidak praktek, tidak menolong pasien. Coba diselidiki dulu ya sebelum menghakimi dokter (lagi). Dokter tetap bekerja, apalagi jika ada kasus emergency. Ibu melahirkan tetap dibantu dokter, pasien rawat inap tetap di visite. Dokter hanya tidak melakukan jadwal praktek harian saja yang biasanya bukan kasus emergency. Iya saya sebagai orang awam bukan berpihak manapun.. tapi saya paham dengan kekhawatiran dokter2 (dan tenaga kesehatan lain) dimana kasus ini bisa berbuntut panjang.

Ini bukan demo.. jangan samakan seperti demo FPI, demo buruh yang sampai merugikan fasilitas publik bahkan merusak. Ini aksi prihatin karena rekan dokter yang dianggap “pembunuh” saat berjuang menolong pasien yang memang tidak tertolong (coba baca kasus emboli udara di google). Ibaratnya ini adalah bencana alam yang tidak bisa diprediksi. Siapa yang mau kita tuntut untuk bertanggung jawab? Tuhan?

Terima kasih.. hanya sekedar pemikiran saya saja. Mohon maaf kalau terlalu panjang ya.